
Satu diantara alasantasi yang digunakan yaitu firman Allah SWT yang menyatakan :
وَاللائِي يَئِس�'نَ مِنَ ال�'مَحِيضِ مِن�' نِسَائِكُم�' إِنِ ار�'تَب�'تُم�' فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَش�'هُرٍ وَاللائِي لَم�' يَحِض�'نَ وَأُولاتُ الأح�'مَالِ أَجَلُهُنَّ أَن�' يَضَع�'نَ حَم�'لَهُنَّ وَمَن�' يَتَّقِ اللهَ يَج�'عَل�' لَهُ مِن�' أَم�'رِهِ يُس�'رًا
“Perempuan-perempuan yg tidak haid lagi (monopause) diantara perempuan-perempuanmu bila anda bebrapa sangsi (mengenai saat iddahnya), jadi saat iddah mereka yaitu tiga bln. ; serta begitu (juga) perempuan-perempuan yang belum haid. Serta perempuan-perempuan yang hamil, saat iddah mereka itu ialah hingga mereka melahirkan kandungannya.
Siapa siapa yang bertakwa pada Allah, pasti Allah jadikan baginya kemudahan dalam masalahnya. ”
(Q. s. at-Thalaq 65 : 04)
Allah menetapkan perempuan dengan predikat : wa al-la’i lam yahidhna (yang
belum haid) dengan ‘iddah selama 3 bln., sesaat ‘iddah 3 bln. itu cuma berlaku untuk perempuan yang ditalak atau difasakh, jadi ayat ini jadi dalalah iltizam, kalau perempuan yang dijelaskan tadi sebelumnya sudah dinikah, lalu ditalak atau difasakh.
Diluar itu, juga hadits yang dituturkan oleh Aisyah —radhiya-Llahu ‘anha— dari Hisyam, dari ayahnya (‘Urwah), yang menyatakan :
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ وَأَنَا اِب�'نَةُ سِتٍّ، وَبَنَي بِي�' وَأَنَا اب�'نَةُ تِس�'عٍ (متفق عليه)
“Saya dinikahi oleh Nabi saw. saat saya gadis berusia enam th., serta baginda membawa saya, saat saya berumur sembilan th.. ”
(H. r. Muttafaq ‘Alaih)
Selain redaksi diatas, juga ada kisah lain, yang di keluarkan oleh Bukhari serta Muslim, dari ‘Urwah dari Aisyah, yang menyatakan :
تَزَوَّجَهَا وَهِيَ بِن�'تُ سَب�'عِ سِنِينَ وَزُفَّت�' إِلَي�'هِ وَهِيَ بِن�'تُ تِس�'عِ سِنِينَ وَلُعَبُهَا مَعَهَا وَمَاتَ عَن�'هَا وَهِيَ بِن�'تُ ثَمَانَ عَش�'رَةَ (متفق عليه)
“Nabi menikahi beliau (Aisyah) saat beliau berusia tujuh th.. Penikahan beliau dengan Nabi diumumkan saat beliau berusia sembilan th., saat beliau masihlah menggendong mainannya. Nabi meninggalkan beliau (wafat), saat beliau berumur delapan belas th.. ”
(H. r. Muttafaq ‘Alaih)
Ibn Hazm, mengutip pendapat Abu Muhammad, kalau argumentasi yang dipakai untuk melegalkan aksi orang tua menikahkan anak perempuannya dibawah usia yaitu aksi Abu Bakar —radhiya-Llahu ‘anhu— menikahkan Aisyah ra. dengan Nabi saw. saat beliau Aisyah berumur enam th.. Ini adalah kisah yang populer, serta tak perlu dikemukakan lagi isnad-nya.
Tetapi, Ibn Hazm juga mengutip pendapat Ibn Syubramah, yang menyatakan, kalau tak bisa menikahkan anak dibawah usia hingga akil baligh, serta menegaskan kalau pernikahan Nabi saw. dengan Aisyah ra. itu adalah kekhususan untuk Nabi, tidak untuk yang lain.
Pendapat ini sudah digugurkan dengan beberapa fakta pernikahan beberapa teman dekat dengan perempuan dibawah umum, seperti yang dikerjakan oleh ‘Umar bin al-Khatthab saat menikahi Ummu Kaltsum, putri ‘Ali bin Abi Thalib, serta Qudamah bin Math’ghun yang menikahi putri Zubair.
Sekitar Hadits Pernikahan ‘Aisyah
Hadits itu, selain di keluarkan oleh Bukhari serta Muslim, juga dikeluarkan oleh an-Nasai. Bedanya, an-Nasai bukan sekedar menuturkan terus-terusan lewat jalur Hisyam dari ayahnya, ‘Urwah, tetapi juga jalur Abu ‘Ubaidah serta al-Aswad.
Bila mengkaji lafadz ke-2 hadits diatas memanglah ada ketidaksamaan ; Lafadz pertama menyatakan, Nabi menikah dengan Aisyah saat berusia enam th.. Sedang lafadz ke-2, menyebutkan, kalau Nabi menikah dengan Aisyah saat berusia tujuh th.. Cuma saja, dalam memastikan mana yang lebih kuat ; apakah pembicaraan Aisyah sendiri, atau rangkuman perawi? Pasti, yang paling kuat yaitu pembicaraan pelaku segera. Sebab ini bukanlah kesimpulan perawi, namun pembicaraan segera pelakunya, yang alami sendiri momen itu. Karenanya, kisah yang menyatakan, kalau Aisyah dinikahi oleh Nabi dalam umur enam tahunlah yang paling kuat. Ini dari sisi matan (redaksi) hadits Mengenai dari sisi sanad, ke-2 hadits diatas yaitu sama-sama adalah hadits sahih, yang diriwayatkan oleh Bukhari serta Muslim. Bila diliat dari sisi sanad, ke-2 hadits itu dapat masuk dalam katagori hadits mu’an’an, yang dalam lazimnya aturan periwayatan hadits termasuk juga dalam grup hadits dhaif. Tetapi, spesial masalah hadits mu’an’an dalam Shahih al-Bukhari serta Muslim, dikecualikan dari aturan itu. Dengan kata lain, hadits mu’an’an dalam Shahih al-Bukhari serta Muslim tetaplah dikira oleh beberapa pakar hadits sebagai hadits sahih. Diluar itu harus juga dicatat, kalau aturan atau teori hadits itu baru nampak terakhir, jauh sesudah munculnya Shahih al-Bukhari serta Muslim. Karenanya, hadits pernikahan Aisyah dengan Nabi saw. itu terang adalah hadits sahih, yang kesahihannya tak pantas diperdebatkan lagi. Diluar itu, arti hadits itu juga tak bertentangan dengan nas yang qath’i, seperti al-Qur’an, surat at-Thalaq : 4, malah sama-sama menguatkan.
Status Perawi Hadits Aisyah
Tentang status Hisyam (w 145 H), yang konon baru meriwayatkan hadits ini di usianya ketujuhpuluh th., serta itu juga dituturkan ketika di Irak, jadi mesti di teliti :
Pertama, dalam konteks ada’ (penyampaian) kisah, tak ada larangan seorang menyampaikan kisah di umur senja. Pasti dengan catatan, kalau aspek ingatan (dhabt) -nya tak ada masalah. Dalam masalah periwayatan Hisyam di Irak, yang dipersoalkan oleh pakar hadits yaitu ketidakkonsistenan Hisyam dalam mengemukakan jenis periwayatan.
Beliau terkadang mengatakan : haddatsani abi, yang bermakna Hisyam mendengar segera dari ayahnya, dalam posisi beliau telah menyiapkan materi hadits serta menghapalnya. Terkadang beliau menyampaikan : akhbarani abi, yang berari hadits itu dibacakan oleh ayahnya. Terkadang beliau mengatakan : yaqulu li abi, yang bermakna beliau dengarkan hadits itu dari ayahnya, tanpa ada persiapan serta hapalan terlebih dulu.
Tetapi, pada umumnya Hisyam, seperti pembicaraan Ibn Hibban, dalam kitabnya, ats-Tsiqat, yaitu orang yang terpercaya (mutqin), wara’, mulia (fadhil) serta hafidh.
Ke-2, tak ada bukti satu juga yang dapat memastikan, kalau hadits Aisyah itu dituturkan oleh Hisyam di usianya yang senja, atau saat beliau geser ke Irak. Karenanya, catatan Ya’kub bin Syibah, mengenai keadaan Hisyam di Irak : “Hisyam yaitu tsiqah, yang tak ada penolakan sedikit juga pada kisah yang datang darinya, kecuali sesudah dia menetap di Irak. ”
tak dapat dipakai untuk mejustifikasi, kalau hadits pernikahan Aisyah itu tak kredibel. Sebab, semua pakar hadits serta biografi perawi setuju, kalau hadits Hisyam tetaplah kredibel, terlebih hadits yang ada dalam kitab Shahih. Satu diantaranya, dapat kita saksikan pernyataan Ibn Kharrasy : “Hisyam yaitu orang yang jujur (shaduq), di mana haditsnya banyak masuk didalam kitab Shahih. ”
Bila rangkuman hadits pernikahan Aisyah itu ditarik pada posisi Hisyam sesudah geser ke Irak serta di usianya yang senja, jadi penarikan rangkuman seperti ini tak didasarkan pada kenyataan, tetapi cuma anggapan. Karena itu, rangkuman hadits itu tak kredibel, lantaran aspek Hisyam, ini merupakan rangkuman logika mantik. Berikut sesungguhnya yang terjadi. Karenanya, langkah berpikir seperti ini begitu fatal.
Berapakah Usia Aisyah saat Menikah?
Dalam konteks ini memanglah ada dua kisah ; penuturan Aisyah sendiri, yang menyebutkan dinikahi oleh Nabi saat berumur enam th., serta penuturan ‘Urwah, yang menyebutkan tujuh th.. Dalam konteks matan, seperti yang dikemukakan diatas, jadi pembicaraan Aisyah pasti lebih kuat, daripada pembicaraan tak segera yang disampaikan oleh ‘Urwan. Diluar itu, ketidaksamaan seperti ini tidaklah terlalu mendesak, mengingat selisih saat kerapkali terjadi, lantaran lain pijakan dalam perhitungannya. Akan tetapi, dua kisah ini dapat dapat dikompromikan, seperti yang dikerjakan oleh Ibn Hajar, hingga dapat disimpulkan, kalau Aisyah sudah berumur enam th., masuk th. ketujuh.
Tetapi, ada rangkuman lain yang dikembangkan, seakan-akan Aisyah berumur tujuhbelas, delapanbelas atau sembilanbelas th.. Rangkuman seperti ini pasti tak memiliki pijakan faktual, terkecuali asumsi mantik. Sebagai contoh, pernyataan at-Thabari : “Semua anak Abu Bakar dilahirkan pada saat Jalihiyah dari dua isterinya. ”
Dengan anggapan ini, jadi Aisyah juga diklaim sudah lahir pada saat pra Islam. Walau sebenarnya, menurut kisah yang sahih, seperti dinyatakan oleh Ibn Hajar, dalam al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah, Aisyah dilahirkan pada th. ke empat atau ke lima bi’tsah.
Menarik Aisyah dalam katagori “semua anak” Abu Bakar terang bertentangan dengan kenyataan, kalau Aisyah berbeda dengan anak-anak Abu Bakar yang lain, di mana Aisyah dilahirkan sesudah bi’tsah, sesaat yang lain terlebih dulu.
Kesimpulan-kesimpulan mantik seperti ini sesungguhnya tak susah dipatahkan, saat rangkuman ini terbukti bertentangan dengan kisah yang sahih. Bukanlah demikian sebaliknya, kisah yang sahih malah diruntuhkan dengan memakai beberapa kesimpulan yang di bangun lewat logika mantik. Wallahu a’lam.
sumber ; https :// indotoday12h. blogspot. co. id/2017/01/bikin-haru-gadis-8-tahun-meninggal. html
0 Response to "HEBOOHH Gadis 8 Tahun Meninggal Setelah di "Nikahkan" dengan Om 40 Tahun! Ternyata Ini Penyebabnya sangat MNGEJUTKAN??? BACA SLENGKABNYA...."
Posting Komentar